Pendidikan sejatinya adalah apa yang anda
lihat, dengar dan rasakan. Ini merupakan suatu proses menuju suatu perubahan
bagi diri dan lingkuangan. Menjadikan yang tidak tahu menjadi tahu, yang tidak
berani menjati berani, dan yang terkekang menjadi bebas, suatu jalan menuju
puncak kebebasan yang bersumber dari diri menuju lingkungan kita.
Berangkat dari pengertian ini, tentunya
sangat banyak sekali point-point yang terkait dalam proses pendidikan ini,
siapa yang mendidik dan dididik, bagaimana metode dalam mendidik dan apa
sebenarnya tujuan dari pendidikan itu, yang semuanya akan terangkum dalam suatu
system, sistem yang mencakup semua hal ini, yang dikenal dnegan sistem
pendidikan.
Sistem ini yang akan membantu jalannya
proses agar sesuai sebagai mana mestinya dan mencapai tujuan yang diharapkan
dari proses pendidikan tersebut. Tak jauh dari itu bagian dari sistem agar
menuju tujuan tersebut tak lepas dari metode yang digunakan. Suatu metode tentu
membutuhkan sarana.
Negara ini sudah menterjemahkan bahwasanya
sarana yang dapat digunakan berupa sekolah-sekolah, universitas dan lembaga
pendidikan lainnya yang kesemuanya harus merujuk kepada tujuan pendidikan yang
ditetapkan dalam Undang-Undang No. 20, Tahun 2003. Pasal 3 yang menyebutkan, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab”.
Namun, jika
diamati, lembaga pendidikan yang ada sudah menjelma menjadi lembaga pengajaran bukan lagi lembaga
pendidikan sejatinya. Pengajaran merupakan bagian dari pendidikan yang harus
juga diimbangi dengan tindak lanjut berupa penerapan apa yang telah diajarkan.
Dewasa ini, tindak lanjut tersebut yang sudah tenggelam bahkan tenaga-tenaga
pendidik sudah kehilangan orientasi sehingga berpikir, jika telah menyampaikan
ilmu maka dapat diartikan telah memberikan pendidikan, pikiran ini jelas
keliru, yang ada hanya mengajarkan bukan mendidik.
Jika
pemahaman ini tetap berlangsung, apa yang akan terjadi bagi lembaga-lembaga
pendidikan??, sudah barang tentu akan menghasilkan lulusan-lulusan yang
berkualitas kacangan, yang tidak memiliki orientasi bahkan untuk membuka
lapangan pekerjaanpun tak mampu.
Universitas-universitas
yang katanya gudang intelektualpun hampir rata-rata berpandangan pragmatis,
universitas mana yang dapat melulusakan mahasiswanya dengan jumlah besar maka
itu adalah universitas terbaik, ini adalah paradigma yang hanya mementingkan
kuantitas tanpa tahu apa itu kualitas.
Universitas adalah sekolah untuk pendidikan
dan sekolah untuk penelitian. ia mengadakan jembatan antara pengetahuan dan
sari penghidupan. Dengan menyatukan yang muda dan yang tua. Didalam pandangan
imajinatif - yang mencipta- tentang belajar. Suatu universitas yang tidak dapat
memenuhi fungsi ini tidak ada dasarnya untuk berdiri ( A.N. Whitehead ), dari
pengertian ini jelas bahwa suatu universitas itu harus mampu menemukan polanya
sendiri yang tentunya diselaraskan dengan kontekstual yang terjadi bukan hanya
sekedar ikut-ikutan, bukan hanya sekedar mencari nama besar, dan juga hadir
sebagai jawaban untuk menjawab permasalahan-permasalahan yang berkembang serta
pendidikan yang diberikan dapat berguna sebagai dasar analisis terhadap permasalahan
regional maupun nasional.
Standar Internasional contohnya, hanya
ingin mendapatkan sertifikat bertaraf internasional, universitas melupakan
peran yang seharusnya dilakukan. Bukan karena ISO kita menjadi berkualitas, tapi karena kita
berkualitaslah ISO itu ada. Artinya kualitas kita yang harus ditingkatkan lebih
dulu. Jika ini tercipta kapanpun dan dimanapun, siap untuk dibuktikan. Standar
internasional tentu berbeda dengan standar nasional, ironisnya pengejaran
selembar sertifikat tadi melupakan standar nasional yang harus dicapai.
Taraf internasional tidak menjadikan
pendidikan di Indonesia menjadi lebih baik, bahkan bisa sangat berpengaruh
terhadap apa yang telah bangasa ini miliki. Dai budaya, pengembangan alam
bahkan pengembangan sumber daya manusia sekalipun.
Perlu rasanya kita kritisi, melihat banyak
sekali paham-paham bergejolak peradaban modern saat ini. Mulai dari sistem
pendidikan yang jauh melenceng dari tujuan yang jelas, terlihat dari banyak
sekali lembaga pendidikan yang berorientasi agar peserta didiknya menjadi alat
produksi bagi industri-industri dengan modal asing yang sudah tentu akan
menjarah alam bangsa ini.
Bisa dikatakan bahwasanya pendidikan saat
ini dijadikan lahan untuk mencetak pekerja-pekerja yang akan dimanfaatkan dalam
pengembangan industri asing. Lantas dimana peran pemerintah dalam
mengantisipasi ini?, pemerintah saat ini dengan sadarnya membuka lebar-lebar
pengaruh-pengaruh asing masuk dalam diri bangsa ini., termasuk pendidikan.
Pendidikan dikampanyekan penting untuk masa
depan, yah ini benar adanya, tapi pertanyaan selanjutnya adalah masa depan
siapa? Jika kita lihat kondisi negara saat ini yang sudah banyak didalamnya
aktor-aktor kapitalis tentu masa depan yang dimaksud adalah masa depan bagi
aktor-aktor kapitalis ini. Alam kita dijarah, sumberdaya manusia dijadikan
alat.
Jika kondisi ini tetap bertahan, tujuan
pendidikan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa berubah menjadi merusak
kehidupan bangsa.
Oleh karena
itu, kita sebagai generasi pelurus yang sudah paham kondisi ini tentunya dapat
mengembalikan bahwasanya bangsa ini butuh pendidikan bukan pengajaran. Jika
terpaku pada pola pengajaran saja maka bisa jadi yang diajarkan adalah pesanan
kaum kapitalis yang disesuaikan untuk melanggengkan kebutuhannya dimasa depan.
Masih
banyak tugas bagi negara ini untuk melepaskan seluruh keterkaitan bangsa
terhadap asing, dengan begini pesanan-pesanan asing tadi tak dapat menjajah
kembali bangsa ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar